Jumat, 04 November 2011

Masjid Kajiwatu Tamansari Karanglewas Banyumas

kimangli : kajiwatu
Masjid  Batu (Watu) dikenal  oleh  masyarakat  sekitar  namanya  yaitu  MASJID  KAJI  WATU. Nama  tersebut  tidak  asing  lagi  karena  yang  membuat  masjid  tersebut  adalah  seorang  tokoh  agama  didaerah  tersebut  yang  mempunyai  kelebihan  memecah  batu  sebesar  rumah  untuk  disulap  menjadi  sebuah  bangunan  masjid.  Dengan  kekuatan  doa-doanya  Mbah  Abdulah  Ngisa  namanya  mempunyai  keinginan  akan  membuat  tempat  ibadah  dari  batu  yang  ada  di  pekarangannya.
Mbah  Abdulah  Ngisa  waktu  kecilnya  bernama  Darsan  lahir   tahun   1850-an.  Setelah  naik  Haji  Darsan  berganti  nama  Abdulah  Ngisa,  untuk  mengingat  sejarah  pertama  kali  membelah  batu  di  waktu  sholat  Isa. Kaji watu juga bisa merarti mengaji di atas batu atau mempelajari ajaran-agama sambil duduk di atas batu.
Kondisi  batu  sebelum  dibuat  masjid  konon  kabarnya  sangat  angker  dan  banyak  penghuni  lelembut  yang  sering  mencelakakan  baik  hewan  maupun  manusia.
Di  suatu  saat  Mbah  Abdulah  Ngisa  kedatangan  tamu  seorang  ulama  dari  Buntet  Cirebon  yang  bernama  Kyai  Abbas,  bahwa  batu  ini  bisa  untuk  tempat  berlindung  pejuang  Indonesia  untuk  melawan  Belanda.  Tentara  Belanda  tidak  berani  menyerang  tentara  RI  yang  sedang  berlindung  di  sekitar  batu  yang  angker  tersebut.
Masjid Batu  asal mulanya adalah sebuah batu besar  kemudian dipecah oleh mbah Abdulah Ngisa sampai menjadi sebuah lantai. Pecahan batu ada yang dibuat tiang , dinding dan daun pintu. Dengan ketekunan mbah Abdullah Ngisa  pecahan pecahan batu itu disusun dan dibuat sebuah rumah ibadah yaitu Masjid Batu, yang artinya sebuah bangunan masjid yang dibuat serba batu.Kelebihan  pecahan batu sebagian untuk membangun rumah tinggalnya yang tidak jauh dari lokasi.  ( ditulis kembali oleh Karsono. Ama.Pd Pamong Budaya Kepurbakalaan Dinbudpar Kab. Banyumas)
Masjid  Batu  dikenal  oleh  masyarakat  sekitar  namanya  yaitu  MASJID  KAJI  WATU. Nama  tersebut  tidak  asing  lagi  karena  yang  membuat  masjid  tersebut  adalah  seorang  tokoh  agama  didaerah  tersebut  yang  mempunyai  kelebihan  memecah  batu  sebesar  rumah  untuk  disulap  menjadi  sebuah  bangunan  masjid.  Dengan  kekuatan  doa-doanya  Mbah  Abdulah  Ngisa  namanya  mempunyai  keinginan  akan  membuat  tempat  ibadah  dari  batu  yang  ada  di  pekarangannya.
Mbah  Abdulah  Ngisa  waktu  kecilnya  bernama  Darsan  lahir   tahun   1850-an.  Setelah  naik  Haji  Darsan  berganti  nama  Abdulah  Ngisa,  untuk  mengingat  sejarah  pertama  kali  membelah  batu  di  waktu  sholat  Isa. Kaji watu juga bisa merarti mengaji di atas batu atau mempelajari ajaran-agama sambil duduk di atas batu.
Kondisi  batu  sebelum  dibuat  masjid  konon  kabarnya  sangat  angker  dan  banyak  penghuni  lelembut  yang  sering  mencelakakan  baik  hewan  maupun  manusia.
Di  suatu  saat  Mbah  Abdulah  Ngisa  kedatangan  tamu  seorang  ulama  dari  Buntet  Cirebon  yang  bernama  Kyai  Abbas,  bahwa  batu  ini  bisa  untuk  tempat  berlindung  pejuang  Indonesia  untuk  melawan  Belanda.  Tentara  Belanda  tidak  berani  menyerang  tentara  RI  yang  sedang  berlindung  di  sekitar  batu  yang  angker  tersebut.
Masjid Batu  asal mulanya adalah sebuah batu besar  kemudian dipecah oleh mbah Abdulah Ngisa sampai menjadi sebuah lantai. Pecahan batu ada yang dibuat tiang , dinding dan daun pintu. Dengan ketekunan mbah Abdullah Ngisa  pecahan pecahan batu itu disusun dan dibuat sebuah rumah ibadah yaitu Masjid Batu, yang artinya sebuah bangunan masjid yang dibuat serba batu.Kelebihan  pecahan batu sebagian untuk membangun rumah tinggalnya yang tidak jauh dari lokasi.  ( ditulis kembali oleh Karsono. Ama.Pd Pamong Budaya Kepurbakalaan Dinbudpar Kab. Banyumas)
keberadaan masjid ini di desa tamansari kecamatan karanglewas sangat terawat. kunjungan saya ke masjid watu tersebut pada saat sholat maghrib. cuma terkendala air. di daerah ini cukup susah untuk mendapatkan air. untuk air wudhunya harus menimba air di sumur yang sangat dalam, dan sebenarnya juga ada air tuk yang di gunakan warga sekitar untuk berwudhu, mandi dan untuk mencuci.
untuk kegiatan pengajian dari pengamatan saya sepintas mungkin karena daerah/grumbul di situ warga nya sedikit atau bagaimana yang jelas pada saat itu jamaah sholatnya cuma di barisan soft depan sendiri, itu saja ndak penuh. dan saya perhatikan bada maghrib juga ndak ada kegiatan kajian Al-quran maupun kitab kuning di masjid tersebut. jamaah asyik berdzikir sendiri2…
Smoga keberadaan masjid ini tetap lestari dan menjadi paku penguat islam di wilayah banyumas satria ini.
mari bersama-sama saling mengingatkan dalam hal kebaikan. kita gapai kejayaan nusantara di era ini. jadikan negeri ini yang gemah ripah loh jinawi.
-<( kimangli )>-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar